Tiga Jam Pesona Gunung Prau di Musim Hujan

Pesona Gunung Prau tidak ada yang meragukan, sekalipun itu hanya dinikmati tiga jam saja. Tanpa melihat matahari terbenam atau matahari terbit dari puncaknya, Prau sudah cantik dengan sendirinya. Tapi mungkin saya memang kurang beruntung karena datang di saat musim hujan, April lalu.


Hari Jumat, saya dan delapan teman berangkat dari Jakarta menuju Stasiun Purwokerto dari jam empat sore dan sampai jam setengah delapan pagi. Dari stasiun kita dijemput elf sewaan (waktu itu kita dapat 1,7 juta) yang akan mengantarkan kami menuju jalur Patak Banteng.

Jam satu kita pun sampai di basecamp. Setelah packing ulang, registrasi, dan berdoa, kita pun jalan diiringi rintik hujan. Satu jam perjalanan hujan masih menemani kami, walaupun sempat beli gorengan dan teh panas di warung tempat kami mengisi ulang air, kami tetap masih kedinginan.

Rute yang lama kelamaan semakin terjal diperburuk dengan hujan yang membuat tanah licin dan cukup membahayakan. Satu teman saya pun sempat menjadi korban dan suasana siang itu sempat jadi dramatis. Tapi kemudian kondisi bisa ditenangkan dengan banyak istirahat dan terus melanjutkan perjalanan.

Tiga per empat perjalanan, hujan mulai berhenti, tapi langit masih mendung. Pemandangan kota dan gunung tetangga yang konon bisa dilihat jelas dari titik tersebut jadi tidak jelas. Tapi, mau apapun kondisinya kita tetep wefie-an untuk menghibur diri.



Sebelum matahari tenggelam, kita berhasil sampai di tempat kemah di puncak. Langit pun masih ditutup awan kelabu, jadi batal lah keinginan berfoto dengan sinar matahari tenggelam yang katanya spektakuler di sana. Kita pun memutuskan untuk segera membangun tenda dan makan karena kita kedinginan sangat. Di malam hari kita cuma bisa berdoa semoga besok pagi bisa melihat matahari.

Mungkin Tuhan belum mengizinkan, karena ketika bangun sebelum waktu terbit matahari pun langit masih mendung. Tapi kita masih cukup beruntung, karena langit di atas Prau bersih sebersih bersihnya. Mulai dari sekira pukul tujuh hingga jam sepuluh, kita pergi dari satu bukit teletubbies ke bukit tele lainnya dan merekam semua momen terbaik yang langka di atas sana. Tiga jam luar biasa itu pun tidak kita sia-siakan.


Ada yang so sweet
Ada yang so sick
Sekira jam 09.00 kami pun pamit pulang. Langit pagi masih bersih dan indah ketika kami berjalan melalui sabana-sabana dan menara pemancar yang berbeda dengan jalur naik. Setelah satu jam berjalan, langit lagi-lagi mulai mendung dan tak lama hujan turun. Beberapa dari kita sempat panik karena ada yang tidak membawa jas hujan di tengah jalan yang kami tidak bisa berteduh *duhbahasanya. Sementara saya berjalan dengan memakai payung, karena nggak punya jas hujan... 

Beberapa insiden kepleset pun juga terjadi pada beberapa teman, bahkan laki-laki yang kita anggap hebat pun bisa jatuh. Ya, memang banyak faktor sih kecelakaan semacam itu. Tapi alhamdulillah semua baik-baik saja, sampai kami akhirnya sampai di basecamp jalur Dieng. Total perjalanan, masing-masing naik dan turun, rerata tiga jam saja.

Bersama "pohon jomblo"
Cowgirl nyasar di gunung
Tips naik gunung di musim hujan:- Bawa lebih dari satu jas hujan, letakkan di tempat yang mudah diambil di tas- Bawa payung bila berkenan (mungkin ini saran menyesatkan *pisss)
- Lapisi bagian dalam daypack atau keril dengan plastik besar atau trash bagPasang cover bag sebelum jalan
- Hindari kubangan kalau nggak mau kena cipratan kotor *pastinyakan
- Pastikan bawa turun sampahmu!  

Komentar