“The Story”: Aku dan Dia

Malam ini, aku mendengarkan kembali lagu "The Story". Hampir setahun lalu, pertama kali aku mengenal lagu ini dan langsung jatuh cinta... Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta dengan lagu, kalau tidak dibuat penasaran dan suka dengan apapun yang membuatku sampai ingin bisa menyanyikannya.

Cek playlist musik di handphone-ku, teman-teman biasanya akan mengernyit karena selera musikku yang random dan banyak yang masih sama setelah bertahun-tahun--meski sudah berkali-kali ganti handphone. Lagu milik Brandi Carlile sepertinya juga akan jadi lagu “abadi”...

Lagu itu aku dengar pertama kali setelah dia memberikan sebelah earphone-nya kepadaku. Sore itu, aku dan dia tengah berada di pinggir alun-alun sebuah pulau, kehilangan ide tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa kita ada di sana. Dia pun meminta handphone-ku dan mengecek daftar musik yang kumiliki. 

Beberapa lagu ditesnya bahkan coba dia terka hubungannya dengan riwayat hidupku terakhir... Tapi aku hanya bisa menggeleng dan mengaku kalau setiap lagu memang punya riwayat masing-masing--tapi dia tidak akan bisa menebak seberapa lama lagu itu telah bertahan dalam playlist-ku. 

All of these lines across my face
Tell you the story of who I am
So many stories of where I've been
And how I got to where I am

Ketika giliran dia menunjukkan lagu koleksinya kepadaku, dia memperdengarkan lagu yang menjadi favoritnya saat itu. Entah mengapa lagu itu menunjukkan emosi yang belum pernah kudengar sebelumnya. Bahkan setelah dia menghentikan lagu itu dan kita berpisah untuk sementara waktu, aku mencarinya... 

Tak puas hanya mengunduh, aku pun menyimpan liriknya dan berusaha menghapalnya. Bait demi bait kuhapal, ketika sedang berjalan kaki di tengah kesibukan kota sampai di dalam kendaraan umum untuk membunuh waktu. Dalam beberapa hari, aku berhasil menghapal lagu itu dan menyanyikannya dengan suaraku yang terlalu lembut untuk menyaingi Carlile. Namun, aku berharap suatu saat bisa mencuri beberapa nada ketika bersama dia. 

You see the smile that's on my mouth
It's hiding the words that don't come out
And all of my friends who think that I'm blessed
They don't know my head is a mess 

Seperti yang bisa ku tebak, aku hanya bisa tersenyum, menelan kembali lirik-lirik itu ketika sedang diam di sampingnya. Aku tumbuh sebagai seorang pemalu, yang sering berakhir menyesalkan keadaan ketika kesempatan berlalu cepat. Aku juga bukan seseorang yang cepat menangkap suatu pelajaran, sehingga aku sering nampak tertinggal. Kepalaku selalu dipenuhi dengan kekhawatiran itu, meski orang lain melihatku sebagai orang yang terberkati. 

Tapi dalam banyak hal, kekhawatiran itu tidak kutemukan ketika bersama dia. Sejak awal, dia menceritakan banyak hal tentang pribadinya dan aku dengan kisahku yang tidak pernah diceritakan ke orang lain. 

No, they don't know who I really am
And they don't know what I've been through like you do
And I was made for you... 

Lirik itu terasa pas untuk diriku saat itu. Aku bukan tipe orang yang mudah membagikan sesuatu yang sangat personal dengan orang lain. Tapi dengannya itu terasa mudah, seolah dia diciptakan untuk itu, untuk kebutuhanku, untuk diriku. Ketika keberadaan sesuatu sudah menjadi sebuah kebutuhan, maka akan ada pengorbanan dan keberanian untuk melawan batas. Di posisi itulah aku terhadap dia. Semuanya berlangsung cepat, bahkan sebelum aku menyadarinya. Persis seperti yang pernah dia katakan dulu, bahwa aku dan dia atau dengan yang lain akan melampaui batas... 

I climbed across the mountain tops
Swam all across the ocean blue
I crossed all the lines and I broke all the rules
But baby I broke them all for you 
Because even when I was flat broke
You made me feel like a million bucks
You do and I was made for you  

Kita berdua sudah banyak melampaui batas. Kita berdua telah sama-sama melihat diri kita melakukan kesalahan. Namun tiba-tiba dia menahanku agar kita tidak lagi menambah kesalahan. Sempat aku tidak menghiraukan peringatannya, aku masih dengan mindset bahwa aku bukan orang yang cepat menangkap keadaan. Tapi lebih dari itu, aku juga berharap bisa terus melewati krisis apapun bersamanya. 

Sementara, kita terus membuat kesalahan yang akan menyakiti satu sama lain bila tidak ada yang menghentikannya. Aku pun setuju dengan dia dan belajar untuk berdamai dengan keputusan tersebut. Kisah itu sudah berakhir, tapi mungkin nasibnya akan sama seperti lagu Carlile. Lagu itu tidak hanya akan membawa kenangan di masa lalu, tapi akan berguna untuk kehidupanku di masa yang akan datang--ketika kerutan menua mulai muncul di wajahku bersama dia yang mau mendengar kisah hidupku. ^^

Komentar