Pengalaman Mengurus Visa Jepang Sendiri

2017 ini saya bertekad untuk pergi ke luar negeri. Sudah pernah ke negara tetangga yang nggak perlu pakai visa, kali ini saya maunya ke negara yang lebih jauh dan perlu visa. Hoho. Jepang pun jadi negara pilihan untuk saya datangi secara kilat, sebelum saya kembali bekerja dan harus nunggu setahun untuk bisa libur panjang.

Kenapa pilih Jepang? Mumpung ada duit--dari tabungan yang sejak awal diniatkan untuk liburan ((besar)). Alasan kedua untuk menghabiskan jatah tiket konsesi Garuda Indonesia saya yang gratisan. Hoho. Alasan ketiga, karena katanya mengurus visa Jepang gampang. Masa?

Makanya saya coba mengurus visa Jepang sendiri. Di tulisan kali ini, saya akan ceritakan pengalaman dari mulai mencari informasi tentang cara mengurus visa Jepang untuk kunjungan wisata dengan biaya sendiri sampai proses pengajuan visa di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.

Mencari informasi pengajuan visa

Secara otomatis, kalian yang berniat ke Jepang untuk pertama kalinya pasti bakal melakukan step ini. Saya pun demikian, tanya-tanya ke teman yang pernah ke Jepang dan baca-baca tulisan orang di internet. Tapi, kebanyakan cari tau bisa bikin pusing dan memperlambat juga.

Untuk pastinya, saya buka dulu website Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. Kalau sudah (1) cari tipe tujuan kalian ke Jepang, karena persyaratan atau dokumen pengajuan visa bisa berbeda, (2) baca dan catat daftar dokumen yang diperlukan untuk pengajuan visa, (3) kalau ada yang kurang jelas, tanya ke orang lain aja (baik di dunia nyata atau di internet).

Menyiapkan persyaratan pengajuan visa

Setelah tau keperluan wajib untuk pengajuan visa, saya langsung siapkan apa harus disiapkan dengan melakukan langkah-langkah berikut:

1) Siapkan paspor
Saya sudah punya paspor dari 2012, tapi expired Agustus ini. Untungnya beberapa bulan sebelumnya saya sudah perpanjang. Paspor yang umurnya tinggal enam atau tiga bulan lagi bisa membuat pengajuan visa (terancam) ditolak.

Kalau belum punya paspor, silakan buat dulu. Estimasi waktu pembuatan sekitar dua sampai tiga minggu. Kalau mau merasakan tantangan mengurus visa sendiri, berarti paspornya yang biasa aja, bukan elektronik.

2) Pesan tiket pesawat
Kalau tiket pesawat udah dibeli jauh-jauh hari, misal setaun sebelum rencana pergi ke Jepang, amanlah... Tapi, kalau belum beli dan harus dadakan, segeralah mencari tiket sesuai sesuai daya beli. Ini penting untuk mengondisikan tabungan dan menyesuaikan rencana perjalanan.

Kasus saya, seenggaknya saya tau dulu berapa uang yang harus saya keluarkan untuk beli tiket. Sambil jalan, saya kondisikan tabungan dan buat itinerary sebelum tiket saya dapat.

3) Kondisikan rekening tabungan
Kalau kata orang-orang, paling nggak sehari di Jepang kalian jatahin Rp1.500.000 untuk biaya hidup (makan, transport, akomodasi). Jadi jumlah hari kalian liburan di Jepang juga harus sesuai dengan jumlah tabungan.

Mungkin ada yang menganggap kalau liburannya ala backpacker bisa nggak sesuai ukuran 1,5 juta sehari. Prakteknya mungkin bisa, tapi untuk kepentingan mengajukan visa jangan menyepelekan aturan itu, saran banyak orang.

Contoh yang saya lakukan, tabungan saya dua minggu sebelum rencana berangkat (kalau dapat visanya) Rp10.000.000. Seminggu sebelum mengajukan visa, saya cetak rekening koran tabungan untuk mengajukan visa, jadi angkanya masih 10 juta. Cerdik kan? :p

Bukti tabungan ini ada yang bilang rekening koran aja, atau tambah fotokopi buku tabungan, bahkan tambah surat referensi bank. Kalau saya cuma rekening koran tabungan 3 bulan aja. Jadinya dapat 8 lembar dan harus bayar Rp2.000 per lembar untuk jasa cetak oleh bank tabungan kita. Setelah dapet rekening korannya, saya baru buat dan urus rencana perjalanan.

Saya kasih contoh, misal untuk beli tiket PP butuh Rp3.000.000. Sisa Rp7.000.000. Kalau tabungan itu masih harus diotak-atik untuk biaya hidup sampai hari saya berangkat ke Jepang dan bayar visa, estimasikan jadi tinggal Rp6.000.000. Berarti amannya saya cuma bisa ke Jepang 3 hari. Masuk akal ya?

Gimana kalau sebaliknya? Tiket udah dipesan dulu, apalagi dengan tanggal masuk dan keluar yang nggak bisa diubah. Berarti kalian harus menyiapkan uang sesuai lama tinggal di Jepang dengan tiket yang sudah fixed. Kalau tiketnya mengharuskan kamu tinggal seminggu di Jepang, berarti tabungannya harus lebih dari 10 juta.

Catatan: semakin alami arus uang di rekening tabungan kalian, semakin besar kemungkinan pengajuan visa diterima--kalau kata orang-orang. Maksudnya jangan tiba-tiba sebelum cetak rekening koran dan mengajukan visa ada uang masuk banyak banget untuk mencukupi biaya liburan di Jepang. Kalau memang perlu masukan lebih, sebaiknya dari jauh-jauh hari atau setelah visa didapat dan kalian siap liburan di Jepang.

4) Buat jadwal perjalanan aka itinerary
Nah! Ini nih yang paling bikin pusing. Apalagi buat yang baru mau pertama kali ke Jepang--kayak saya. Tapi, itinerary untuk pengajuan visa bisa dibuat lebih sederhana kalau perlu segera mengajukan visa. Akan lebih enak kalau kamu udah tau mau ke mana aja di Jepang, baru membuat itinerary.

Saya sendiri butuh belasan jam untuk pelajari lokasi yang mau didatengin lewat internet sampai menuangkan semuanya dalam itinerary. Yang bikin pusing untuk urusan ini kalau kamu newbie adalah ngamatin jalur dan rute transportasi di Jepang. Belum lagi nentuin destinasi dari segudang atraksi wisata menariknya sambil menyesuaikannya dengan budget jalan-jalan yang ada.

Cara cepatnya, saya cari dulu destinasi utama yang mau dikunjungi setiap harinya di Jepang, untuk diketik di jadwal perjalanan.

Lembar jadwal perjalanan untuk pengajuan visa ini cuma perlu info tanggal, destinasi yang mau didatengin, dan tempat menginap. Jadi nggak sampai ke jam-jamnya mau ngapain dan ke mana aja. Detilnya dipikirin nanti aja atau di TKP, kalau kamu tipe pelancong yang suka improvisasi *gayabeut.

Setelah lama berpusing-pusing, itinerary saya jadi juga! Untuk empat hari di Jepang, itinerary saya cuma 3x4 sel tabel atau sehalaman kertas HVS aja! Wow! (Itinerary Jepang 4 hari saya)

Setelah tau mau ke mana aja, saya juga cari tempat penginapan dan booking secara online. Bukti bookingan ini sebenernya nggak ada di daftar persyaratan wajib, tapi bisa jadi pelengkap pengajuan visa. 

Kebetulan di formulir pengajuan visa juga ada isian alamat tinggal di Jepang. Ini bisa diisi dengan alamat penginapan yang udah dipesan atau tempat tinggal host kamu di Jepang (barangkali punya teman dan keluarga di sana atau kenalan Couchsurfing).

5) Cetak pas foto untuk visa Jepang
Ini juga jadi PR yang bisa merepotkan dan butuh biaya. Datanglah ke studio foto yang paham model pas foto visa Jepang (latar putih, ukuran 4,5 x 4,5 cm, nggak boleh keliatan kayak editan). Biayanya bisa sampai Rp50.000 untuk beberapa lembar foto (sementara yang dibutuhin cuma satu foto aja T.T).

6) Buat surat jaminan (bagi yang pemasukan tabungannya nggak jelas)
Freelancer seperti saya yang nggak punya kantor dan pemasukan tabungan menentu (nggak tau perlu atau nggak ya) sepertinya perlu surat jaminan. 

Jaminan apa? Jaminan kalau saya akan ditanggung orang lain di Indonesia kalau suatu waktu ada masalah selama perjalanan saya di Jepang.

Karena saya masih punya orangtua yang bekerja, saya minta surat pernyataan dari ayah saya yang masih bekerja di perusahaan dan bisa jamin kestabilan ekonomi saya *bahasa vikinisasi.

Pengalaman orang lain yang nggak bisa menyertakan surat referensi dari pemberi kerja, yang saya baca di internet, mereka bikin sendiri surat pernyataan bahwa mereka memiliki pekerjaan atau tempat tinggal tetap, sehingga akan kembali lagi ke Indonesia. Ini buat jaga-jaga aja sih, ((bukan syarat wajib)).

7) Pergi ke tukang fotokopi dan print
Dokumen pengajuan visa diserahkan dalam bentuk fisik, di kertas ukuran A4--kecuali paspor. Yang perlu difotokopi adalah kartu identitas (KTP) depan dan belakang di satu sisi kertas A4 (nggak dipotong). 

Yang perlu diprint adalah tiket pesawat (kalau yang dipunya tiket elektronik), bookingan penginapan (kalau ada), surat-surat pernyataan untuk pelengkap (surat keterangan kerja, surat jaminan orangtua atau pihak yang mendanai), formulir pengajuan visa dan itinerary yang didownload sendiri dan sudah diisi.

Fotokopian kartu tanda pelajar, akte kelahiran, atau kalau keluarga (KK) kalau memang diwajibkan (untuk perjalanan bersama rombongan keluarga) juga harus di kertas A4. 

Rekening koran saya waktu itu diprint di kertas yang agak lebih lebar dari A4, terus saya potong aja biar lebih rapi. Catatan penting juga, jangan ada kertas yang dilipat atau distepler. Semuanya harus disusun rapi sesuai urutan.

Datang ke Kantor Kedubes Jepang

Gedung Kedubes Jepang dari Jembatan Sarinah

Berhubung saya tinggal di Jakarta, pegurusan visa bisa langsung dilakukan di kantor bagian konsuler Kedubes Jepang, yang beralamat di Jalan MH Thamrin No.24, Jakarta Pusat.

Patokannya di samping Plaza Indonesia, seberang Gedung Pertamina Lubricant, dan hanya beberapa ratus meter dari Halte Transjakarta Sarinah.
‌Pengajuan visa dibuka setiap Senin-Jumat dari jam 08.30 - 12.00.
Saya sendiri datang sekira jam setengah sembilan di hari Rabu, 2 Agustus 2017. Dari pintu masuk, satpam langsung mengarahkan saya ke pintu masuk yang dipantau dari dalam.

Dari pintu masuk ada loket untuk menukar KTP dengan ID pengunjung. Habis itu pengunjung yang baru masuk harus buka pintu lagi. Barang bawaan dan badan kita harus discan dulu, baru boleh benar-benar masuk.

Setelah masuk ke ke dalam gedung, ada pintu di sebelah kiri untuk ruangan pengajuan visa. Waktu saya masuk ada satu bapak petugas tua yang standby, tapi saya nggak disambut senyum atau diarahkan *bete. Setelah saya inisiatif bertanya, saya disuruh ambil tiket antrian sendiri.

Di dekat mesin tiket antrian, ada formulir pengajuan visa dan lembar itinerary. Jadi kalau belum sempat download dan print lembaran penting yang harus diisi itu, bisa diisi langsung di sana. 

Berhubung dokumen saya sudah lengkap saya tinggal ambil kertas kecil (receipt) yang perlu diisi nama, nomor paspor, dan kontak telepon untuk dibawa ke loket.

Belum lama setelah saya isi kertas receipt itu, eh nomor saya udah dipanggil, bahkan kelewat satu orang. Cepet banget! Tapi, penjaga loketnya minta saya tunggu setelah orang di bawah saya selesai. Huft. Untung bukan disuruh ambil nomor antrian lagi. 

Waktu giliran saya ke loket, saya langsung serahkan nomor antrian, kertas receipt, dan dokumen pengajuan visa saya.

Saya perhatikan gimana penjaga loket itu memisahkan paspor saya kemudian dokumen saya dicek satu persatu, beberapa disusun ulang, lalu distempel, oret-oret, tempel-tempel sticker, dan kertas receipt tadi dikembalikan ke saya.

"Balik lagi ke sini hari Senin ya untuk ambil visa, jam 13.30 sampai jam 15.00. Jangan lupa bawa uang cash Rp370.000," jelas petugas loket tanpa basa-basi.

Hah? Udah, gitu aja? Batin saya. Wow, nggak sampai 10 menit selesai!

Saya nggak memprediksi kalau saya bisa ambil visa hari Senin. Estimasi saya baru bisa didapat hari Selasa, yang mana hari keberangkatan saya ke Jepang sesuai tiket! 

Ternyata cepet banget, dan feeling saya pengajuan visa saya akan lolos. Mudah-mudahan saja persiapan yang njelimet itu terbayar dengan berangkatnya saya ke Jepang, ya. 

***

Jeng, jeng, jeng, jeeeeng!!! Tanggal 7 Agustus saya kembali datang ke Kedubes Jepang, seperti yang diminta setelah selesai mengajukan dokumen pengajuan visa. Pukul 13.30 siang lebih dikit saya sudah mengantri bersama puluhan WNI yang juga memiliki keperluan sama.

Setelah cukup lama mengantri, saya masuk ke dalam dan mengambil nomor antri seperti sebelumnya. Mesti harus menunggu 14 panggilan nomor berikutnya, giliran saya dipanggil ke loket nyatanya juga tidak sampai 15 menit.

Setelah menyiapkan kertas receipt yang didapat saat awal pengajuan dan kertas nomor antrian, petugas loket langsung mengecek keberadaan paspor saya di meja lain. Daan visa saya ternyata sudah tertempel cantik di beberapa halaman pertama paspor baru saya 😍

Visa Jepang pertama

Tanpa perlu berlama-lama, saya dimintai uang biaya visa sebesar Rp370.000. Setelah itu petugas loket menyerahkan paspor saya beserta kertas bukti pengambilan paspor dan visa.

Huyeeeee! Ternyata mendapatkan visa Jepang nggak susah. Tinggal jalanin liburan saya di Jepang minggu ini juga, selama 5 hari. Penasaran dengan perjalanan solo backpacker saya di Jepang? Ditunggu yeaa!


Komentar

  1. wehh postingannya udah rame...
    alamatnya harus dikasih www depannya ya Kka, kalo langsung paramisora.id gak mau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awkawkawkawk.. Makasih kakak Ario sudah berkunjung 😊 Iya memang kak, salah settingan sepertinya...

      Hapus
  2. Wow gampang ya ternyata. Kirain ribeeet. Wqwq. Nice info Paramisor ����

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gampang banget sis. Kuy klo ada rezeki skali2 main keluar x)

      Hapus
  3. hai kak salam kenal.
    aku masih bingung dengan triknya yan tentang menyiasati uang tabungan itu yaitu di bagian ini
    "Contoh yang saya lakukan, tabungan saya dua minggu sebelum rencana berangkat (kalau dapat visanya) Rp10.000.000. Seminggu sebelum mengajukan visa, saya cetak rekening koran tabungan untuk mengajukan visa, jadi angkanya masih 10 juta. Cerdik kan? :p"
    ini berarti kakak melakukan print rek koran terlebih dahulu sebelum melakukan bookin tiket pesawat ataupun booking penginapan dan lain2?

    mohon maaf kalo bertanya pertanyaan simpel maklum saya masih newbie. dan rencananya ke jepang ini perjalanan perdana saya ke luar negeri..
    terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi! Maaf baru balas. Iya, persis yang Mba pahamin dari tulisan saya. Siasat itu murni percobaan sendiri sih. Keliatannya mungkin kayak menipu, tapi itu cuma buat memastikan pengajuan visa diterima. Ketika buat rencana perjalanannya aku tetep realistis dengan budget yang tersedia. Goodluck dengan rencana jalan2nya ;)

      Hapus
  4. Makasi banyak infonya Kak. Aku jg mau tanya, mungkin ga sih ada jasa tertentu yg menawarkan pembuatan visa sampai selesai? Atau mmg harus bikin dan datang sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa lewat agen perjalanan sis. Tp otomatis perlu biaya lebih buat bayar jasa mereka. Kalau urus sendiri bisa banget. Secara biaya, urus sendiri bisa lebih hemat atau so-so dengan pakai agen, tergantung keterjangkauan. So, its up to you sis ;)

      Hapus
  5. Hai kak, mau tanya. Kalau freelancer, kolom alamat kerjanya dikosongkan aja atau gimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau nggak ada kantor kosongin aja kak. Tapi nanti bikin surat keterangan freelance yang menerangkan apa saja pekerjaan kita.

      Hapus
  6. Kalo saya freelancer dan pergi sama orang tua saya dan yang menanggung biayanya orang tua saya sendiri selama disana apakah saya tetap bikin surat keterangan freelance atau gak usah?

    BalasHapus

Posting Komentar