Solo di Tokyo - Musim Panas Jepang 2017 (Bagian 1)

Bingung mau kasih judul apa. Yang jelas saya mau cerita perjalanan solo alias sendiri saya ke Jepang untuk pertama kalinya. Agustus 2017 saya pilih karena musim panas Gunung Fuji lagi dibuka untuk pendakian dan karena waktunya pas sebelum saya mulai kerja di tempat baru.

Perjalanan liburan ala backpacker ini disiapin dengan super kilat dan cuma dilakukan 5 hari. Tapi, sehari di sana aja rasanya banyak banget yang bisa diceritain! Oke, daripada pembukaannya kepanjangannya dan pembacanya bosen, saya langsung cerita aja ya.

Baca juga: Pengalaman Mengurus Visa Jepang Sendiri
                   Solo Backpacker Jepang 5 Hari Cuma 4,5 Juta

[Highlight lokasi: Itoya Bookstore, Shibuya Crossing, Monumen Hachiko, Tokyo Camii - Turkish Culture Center, Tsutaya T-Site]

***

Keberangkatan | Soekarno Hatta - Tokyo Haneda, Jepang

Hari Selasa, 8 Agustus 2017, saya berangkat ke Jepang dengan penerbangan paling malam Garuda Indonesia dari Teriminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Perjalanan langsung ke Tokyo dari Jakarta ditempuh dalam waktu sekira 6 jam. Jadi take-off itu sekitar pukul 00.00 lalu akan landing pada 8.30 pagi (selisih dua jam). Untuk pertama kalinya, saya naik pesawat Airbus. YAS!

Di dalam pesawat tujuan Jepang ini, ada awak kabin dari Jepang juga yang akan membantu menyampaikan pengumuman dalam bahasa Jepang. Suasana kejepang-jepangan juga ditambah dengan pilihan menu makanan Jepang, selain menu internasional.

Oh ya, di dalam pesawat itu saya juga cobain fasilitas wifi yang tersedia di Airbus 330. Tinggal nyalain wifi dan pilih network OnAir, saya langsung daftar dan ikutin instruksinya. Waktu itu saya pilih yang gratis dengan limit data 10 MB selama 15 menit. Nggak pake lama, saya langsung ambil video buat diupload ke Instastory #naqgaol.

Koneksi internet dengan WiFi di pesawat Airbus

Baru sampai setengah, eh tiba-tiba koneksinya berhenti. Padahal rasanya belum ada seperempat jam saya pake. Pas dicek lagi, ternyata limit datanya sudah habis dan kalau mau lanjut bisa beli data 15 MB untuk 30 menit seharga 5 USD. Apa daya turis kere ini nggak punya kartu kredit!

Di dalam pesawat ini penumpang dikasih camilan dan satu menu makan lengkap di pagi hari, pada pukul 5. Setelah menyantap menu internasional daripada menu Jepang, saya mengisi lembaran formulir untuk imigrasi yang dibagikan pramugari.

Sekitar jam 7, pesawat sudah melayang di atas wilayah negara Jepang dan pemandangan Kota Tokyo lama kelamaan terlihat jelas, sebelum akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Tokyo Haneda pada jam setengah 9. Instruksi dalam bahasa Jepang kembali terdengar, menutup penerbangan yang membawa saya pada awal ketegangan sebagai solo backpacker.

Galau di Bandara Tokyo Haneda 

Menghadapi imigrasi di bandara ini juga tidak sulit. Tapi, di satu pos saya sempat ditahan agak lama. Selain karena harus scan sidik jari dan foto wajah, petugasnya juga banyak nanya-nanya. 

"Is it a hotel?" tanya petugas muda bermasker sambil menunjuk baris alamat tinggal di lembar isian imigrasi saya.
"Ya," jawab saya masih dengan logat Indonesia.
"Fo samma fakashion?" 
"Sorry?" jawab saya karena awalnya nggak ngeh apa yang ditanyain. Udah suaranya keredam masker, Inggrisnya kurang fasih, ternyata maksud petugas itu "summer vacation".
"Aah... Yes," jawab saya pada akhirnya.
"First time in Japan?" kali ini agak lebih jelas.
"Yeah, yes!"
Kemudian petugas yang punya mata lucu ini nanya apa saya mahasiswa yang lagi liburan apa nggak. Dengan perasaan tersanjung karena dikira masih anak sekolahan, saya jawab "nggak, cuma lagi pingin liburan singkat aja" dan saya pun lolos.

Lolos dari imigrasi nggak serumit lolos dari kebingungan saya menentukan mau ke mana setelah ini. Ceritanya saya memang sudah punya itinerary pasti yang saya buat sendiri. Tapi sehari sebelum berangkat, saya tertarik untuk ikut rencana Couchsurfer (CS) Jepang yang mau ke Gunung Fuji dengan tamu asingnya, di hari yang berbeda saya berencana ke sana. Jadilah saya galau.
Rencana perjalanan awal:
H1) Haneda Airport - Kawaguchiko (sudah bayar penginapan)H2) Gunung Fuji
H3) Kembali ke Kawaguchiko dan bermalam di Tokyo (sudah pesan penginapan)H4) Keliling Tokyo
H5) Masih di Tokyo sebelum ke Haneda Airport
:. akomodasi dua malam di Tokyo, transportasi di Tokyo dengan Tokyo Subway 48-hr
Keinginan untuk dapat teman seperjalanan ke Gunung Fuji inilah yang bikin saya labil. Saya pun mencoba kembali memperhitungkan untung ruginya rencana perjalanan baru, yang sejak sehari sebelumnya belum bisa dipastiin.

Sekitar jam 10, orang CS itu kirim pesan. Saat itu dia mencetuskan ide brilian, yaitu supaya saya gabung sama mereka di Tokyo dan menginap di tempatnya. Kenapa nggak dari kemaren, bang! Zebel! Tapi akhirnya tetap saya tolak karena sayang melepas penginapan di Kawaguchiko.
Jadi, inilah rencana perjalanan yang baru:
H1) Haneda Airport - Tokyo - bermalam di Kawaguchiko
H2) Tokyo
H3) Kawaguchiko - mulai pendakian Gunung Fuji (batalkan pemesanan penginapan)H4) Kawaguchiko - Haneda Airport
H5) Haneda Airport
:. transportasi di Tokyo dengan Tokyo Subway 24-hr, akomodasi satu malam di Tokyo
Setelah perombakan rencana perjalanan selesai, saya langsung inget untuk beli kartu sim untuk internetan. Ini aja sempet bikin maju mundur karena takut ngomong xD Akhirnya saya pilih toko yang penjualnya orang Afro dan langsung sikat kartu sim prabayar yang lebih cocok untuk solo traveler seperti saya.

Saya beli kartu SIM Docomo dengan paket internetan seminggu 1 GB, gratis untuk berbagai aplikasi pesan, seharga 4.500 Yen. Udah beli di counter, kemudian saya liat mesin penjual sim yang nawarin paket internet dengan harga lebih murah... Sial! Tapi, nggak apa-apalah, bonusnya toh beda XD


Kalau mau nyaman akses internet di Jepang memang lebih baik punya koneksi internet sendiri. Bisa dengan sewa wifi atau beli kartu SIM prabayar. Sewa wifi keuntungannya bisa untuk ramai-ramai, tapi harus deposit. Sementara kartu SIM prabayar jadi milik pribadi dan terjangkau, berkisar 3000-5000 Yen untuk paket internet beberapa giga.

Setelah muter-muter nggak jelas di Lantai 2 Kedatangan, saya beli tiket Tokyo Subway 24-hour (Tokyo Metro dan Toei Subway) plus Keikyu Line untuk transport keluar bandara dan ke mana saja di Tokyo selama 24 jam setelah diaktifkan. Baik kartu SIM dan tiket Metro ini saya beli di lantai 2 Kedatangan Internasional Bandara Haneda.


Perkenalan dengan Tokyo

Jam 12 akhirnya saya keluar bandara dan bertolak menuju pusat kota dengan kereta yang mirip seperti Commuter Line di Jabodetabek. Kereta siang itu padat dengan penumpang yang kebanyakan orang dewasa pekerja. Mengamati mereka ternyata jadi kegiatan awalan yang asik.
Di kereta Jepang, nggak ada larangan makan tapi mereka yang makan dan minum sambil naik kereta nggak buang sampah sembarangan. Ada kursi prioritas, tapi mereka yang harusnya diprioritaskan nggak selalu manja untuk dapeting hak duduk mereka. Ah, mungkin aja mereka egois atau cuek. Entahlah. Yang pasti mereka tetap tertib dan masih mau mempertahankan harga diri tanpa perlu tegur menegur apalagi sampai adu mulut. 
Setelah kereta saya sampai di Shimbashi Station, saya keluar untuk lanjut mengambil kereta tujuan Ginza. Oh ya, karena tiket Keikyu Line cuma berlaku sampai di Sengakuji Station, ketika keluar dari Shimbashi saya harus keluar dengan memasukkan kartu Tokyo Subway saya.


Di Shimbashi Station ini pertama kali saya menyadari kalau stasiun kereta bawah tanah Tokyo itu banget banget rumit! Entah jadi apa saya kalau nggak ada internet dan Google Maps. Stasiun seperti di Shimbashi ini punya banyak pintu keluar dan gerbang menuju jalur kereta bawah tanah lainnya. Saya pun sempat keluar dari stasiun dan mencoba melihat pemandangan kota di luar.

Loker Koin

Loker koin di salah satu sudut Bandara Haneda

Setelah melihat beberapa loker koin bertebaran di banyak sudut stasiun dan pundak saya mulai sakit, saya pun memutuskan untuk meninggalkan daypack 50 liter saya di salah satu loker koin, di luar Stasiun Simbashi.

Dari tiga jenis ukuran loker, saya memilih yang paling kecil atau seharga 300 Yen karena kebetulan muat buat tas saya. Loker koin (coin locker) ini bisa ditemuin di hampir semua stasiun dan sudut-sudut area publik. Ukurannya berbanding dengan harga sewa per hari yang beragam, mulai dari 200 Yen sampai 900 Yen.

Cara menggunakannya: cari loker yang masih ada kuncinya, masukkan uang koin 100 Yen sejumlah yang dibutuhkan sampai layar penghitung biaya di atas lubang kuncinya menunjukkan angka 0, masukkan barang yang ingin ditinggal, kunci loker dan simpan kuncinya. Pengguna akan dikenakan biaya dengan harga sama jika barang ditinggal lebih dari sehari.

Ginza | G. ITOYA Stationery Store

Itoya Bookstore Ginza Japan

Dari Shimbashi Station, saya pergi terlebih dahulu ke daerah Ginza yang hanya satu stasiun ke arah utara dengan Ginza Line. Tujuan saya adalah toko alat tulis kantor G. Itoya yang masuk dalam wish list saya, karena terpengaruh satu tayangan berita tentang Jepang waktu kecil dulu.

Toko ini berada di antara pusat belanja barang mewah di Ginza. Berdiri sejak 100 tahun lalu, toko yang dibuka setelah renovasi ulang pada 2015 ini punya  12 lantai. Setiap lantainya punya segmen tersendiri, dari khusus kartu pos, khusus kertas kantor, alat tulis, dan sebagainya.

Ngapain sih jauh-jauh ke Jepang yang dicari toko alat tulis kantor? Selain karena ini jadi toko tertua, barang-barang yang dijual lucu-lucu! Cocok lah untuk cari oleh-oleh pajangan, barang kerajinan tangan, atau kartu pos yang enggak biasa. Alamatnya ada di 2 Chome-7-15 Ginza, Chūō-ku, Tōkyō-to 104-0061, Japan

Inside Itoya Bookstore Tokyo



Shibuya | Masjid Tokyo aka Tokyo Camii

Tokyo Camii

Niat pingin cari tempat solat, siang itu saya langsung pergi ke Masjid Tokyo atau Tokyo Camii yang dimiliki oleh masyarakat Turki di Tokyo. Masjid yang sudah masuk dalam catatan saya berlokasi di daerah Shibuya, tepatnya di 1-19 Oyamacho, Shibuya, Tokyo 151-0065.

Masih dengan Ginza Line, dari Ginza Station turun di Omote-sando Station yang melalui 7 stasiun pemberhentian. Di Omote-sando Station, pindah ke jalur hijau atau Chiyoda-Line untuk naik kereta ke Yoyogi-Uehara Station. Dari sana, tinggal jalan kaki sajuh 350 km untuk sampai ke Masjid Tokyo. Kok apal banget, mbak? Temenan sama Google Maps makanya! Haha

Masjid ini berada di lokasi yang nggak seramai Ginza. Di sekitarnya banyak toko-toko dan perkantoran kecil. Tapi waktu ke sana memang cukup sepi, apalagi di siang hari yang lagi panas-panasnya. Jalanan yang rimbun dengan pohon-pohon tinggi jadi sarang burung-burung musim panas, yang suaranya persis seperti di anime atau drama musim panas Jepang yang pernah saya tonton. 

Masjid ini dari sisi jalan mungkin nggak terlalu nampak seperti masjid. Tapi kalau dongak sedikit, menara masjid yang khas akan terlihat. Kira-kira seperti ini penampakannya:

Inside Tokyo Camii

Inside Tokyo Camii

Inside Tokyo Camii

Inside Tokyo Camii
Turis non-muslim wajib masuk dengan pakaian sopan

Shibuya | Shibuya Crossing dan Hachiko Statue


Shibuya Crossing
Persimpangan jalan di Shibuya yang dikenal dengan Shibuya Crossing

Dari Yoyogi-Uehara Station saya kembali lagi ke Omote-Sando Station, setelah itu pindah jalur ke Ginza Line untuk sedikit lagi berangkat ke Shibuya Station. Stasiun ini menurut saya termasuk salah satu stasiun di Tokyo yang paling besar, paling rumit, dan paling ruameee. 

Selain punya stasiun, daerah ini juga jadi titik keberangkatan bus-bus antar kota dan pusat belanja. Apalagi banyak situs-situs kota menarik, seperti persimpangan Shibuya atau Shibuya Crossing dan Hachiko Statue atau Tugu Hachiko, anjing setia legendaris yang sudah banyak difilmkan.

Dua hal itu jadi alasan saya mampir ke Shibuya. Saya juga sekalian makan siang, jam 3 sore, yang udah banget-banget telat. Berbekal snack dan minuman kemasan dari pesawat, saya makan siang seadanya demi menghemat uang di dekat patung Hachiko sambil menikmati keramaian Shibuya.

Hachiko Statue 2017
Tugu Hachiko

Shibuya | Toko Buku Daikanyama T-Site

Habis dari toko ATK terus ke toko buku. Mbaknya geek, ya? Nggak, kok! 🤓 Kebetulan sebelum ada niat ke Jepang saya lihat satu fotografer internasional memposting foto rak buku super tinggi yang keren abis, macam ini:



Tapi, yang saya cari tidak ada. T-Site adalah sebuah daerah di mana terdapat toko buku Tsutaya. Toko buku tersebut juga bisa jadi tempat kerja dan meeting yang cozy banget. Kalau dijelajahi, daerah di sekitarnya memang banyak didatangi anak-anak muda Tokyo.


Lokasi ini bisa dijangkau dari Shibuya Station dengan naik kereta tujuan Daikan-yama Station, sejauh 1,7 km.

Bersambung...

Komentar

  1. Hello mbak, salam kenal.
    Wah keren sekali solo bekpeker ke Jepang.
    Btw itu seriusan baru pertama kali ke Jepang?
    Kirain sebelumnya udah pernah dan skrng solo trip gtu :D
    Emang seru ya kalau melakukan perjalanan solo, meski bingung2 tapi bebas bisa jalan kemana aja.
    Pengen jg ke Jepang suatu saat nanti.
    Ntr aku baca2 pengalamanmu bikin visa jg ya ya TFS :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hello mba April, terima kasih udah blogwalking ke mari :D Iya baru pertama kali. Nekat ceritanya. Walaupun asik tapi banyak dramanya hha Pasti bisa mba, apalagi sekarang tiket udah kayak kacang goreng dijualnya, dan udah banyak orang ke sana. Bawa keluarga juga mba biar makin seru ;)

      Hapus
  2. Ceritanya super duper seruuuu
    Aku jadi inspired buat backpacker-an ke Jepang jugaaa

    BalasHapus
  3. Dari Haneda ke pusat kota gimana transportasinya? Cerita jugaaa dong..

    Cheers,
    Dee - heydeerahma.com

    BalasHapus

Posting Komentar